Karnasnews – Pengamat Politik Dedi Kurnia Syah menilai, wacana koalisi besar yang mengemuka usai pertemuan lima ketua umum partai pendukung pemerintah dengan Presiden Jokowi sebagai upaya membentuk kekuatan besar untuk mengalahkan PDIP.
Hal itu juga sebagai upaya menghilangkan pengaruh Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Terlebih, Jokowi juga semakin terang-terangan menunjukkan dukungan kepada Prabowo Subianto.
“Ini menguatkan dukungan Jokowi ingin ada kekuatan besar yang bisa kalahkan PDIP, atau hilangkan pengaruh Megawati, sekaligus bisa mengalahkan rivalitas dengan koalisi Nasdem yang mengusung Anies,” ujar Dedi, Senin (3/4/2023).
Sebelum wacana koalisi besar ini, katanya, juga terbentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) terdiri Golkar, PAN, dan PPP yang dinilai cenderung untuk melawan PDIP. Menurutnya, KIB dibangun sekaligus menjadi ruang kekuasaan Jokowi lepas dari PDIP.
Makanya, imbuh Dedi, dalam pidato Megawati di Rakernas PDIP lalu menyinggung kader untuk tidak bermanuver, yang salah satunya menurut Dedi ditujukan kepada Jokowi. Apalagi pascabatalnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U20, yang menjadi salah satu agenda besar Pemerintahan Jokowi, semakin menguatkan untuk membentuk poros koalisi besar menandingi PDIP.
Terlebih, PDIP menjadi salah satu yang ikut andil menciptakan kegaduhan penolakan Timnas Israel yang kemudian diikuti Indonesia dicoret FIFA sebagai tuan rumah Piala Dunia.
Terkait peluang koalisi besar ini di pilpres mendatang, Dedi menilai, bergantung dengan siapa sosok calon wapres yang akan mendampingi Prabowo. Sebab meskipun koalisi besar, belum menjamin kemenangan.
Hal senada diungkapkan Ketua DPP PDIP Said Abdullah. Wacana koalisi besar yang meleburkan KIB dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR), meski terdiri banyak parpol belum berarti menjamin kemenangan pada Pilpres 2024.
“Soal kemenangan atau tidak, tidak menjamin kemenangan. Yang menentukan kemenangan itu yang pertama tentu figur, kemudian soliditas partai,” ujarnya di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (3/4/2023).
Figur capres dan cawapres, menurutnya menjadi faktor utama dalam Pilpres 2024. PDIP sendiri sampai saat ini tetap mendorong kader dari internalnya untuk maju sebagai capres.
“Tidak akan noleh kanan-kiri, walaupun tetap akan bekerja sama dengan kekuatan parpol lain,” ujar Said.
Diketahui, Presiden Jokowi menanggapi positif terkait wacana pembentukan koalisi besar untukPilpres 2024 mendatang. “Saya hanya bilang cocok,” ujar Jokowi dalam keterangan persnya di Kantor DPP PAN di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (2/4/2023).
Terpisah, Partai Demokrat yang sudah mengusung Koalisi Perubahan terlihat santai menanggapi munculnya wacana koalisi besar. Kepala Badan Pembina Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan (BPOKK) DPP Partai Demokrat, Herman Khaeron mengatakan, hak partai-partai memang untuk berkoalisi.
Karenanya, Demokrat akan menghormati dan mempersilakan wacana itu diwujudkan. “Tentu kami menghormatinya, silakan saja koalisi besar itu dibangun,” kata Herman, Senin (3/4/2023).
Ia mengingatkan, masing-masing partai politik tentu memiliki kemandirian, jadi tidak mudah menyatukan partai-partai dengan keinginan yang berbeda-beda. Bagi Herman, yang pasti Koalisi Perubahan yang diisi tiga partai sudah cukup kuat.
Dia berpendapat, Koalisi Perubahan yang diisi Nasdem, Demokrat, dan PKS sudah memiliki bacapres yang pasti. Soliditas bisa membantu Koalisi Perubahan memenangkan pilpres dan memimpin negeri lebih baik.
Soal potensi polarisasi jika koalisi besar benar-benar muncul, ia menyatakan, selama kontestasi dibangun oleh sebuah sistem yang tidak membenturkan tidak akan ada polarisasi. Apalagi, koalisi merupakan sesuatu yang biasa dalam pemilu.
Sekalipun pada akhirnya antar koalisi-koalisi harus berkontestasi, nantinya komunikasi akan cair kembali. Yang terpenting, katanya, tidak sampai kontestasi yang ada melahirkan kompetisi yang tidak sehat.
Discussion about this post